Kisah yang tak Kesah

  • Home
  • Contact Person
    • Whatsapp
    • Line
    • BBM
  • Parent Category
    • Child Category 1
      • Sub Child Category 1
      • Sub Child Category 2
      • Sub Child Category 3
    • Child Category 2
    • Child Category 3
    • Child Category 4
  • Featured
  • Health
    • Childcare
    • Doctors
  • Home
  • Nona Flanel
    • Boneka Wisuda
    • Boneka Profesi
    • Bouquet Bunga
  • Nona Jewelry
    • Aneka Cincin
    • Aneka Gelang
    • Aneka Kalung
  • Tutorial
    • Flanel
    • Wire Accessories
  • Tulisan
    • Cerpen
    • Opini

Jumat, 05 Agustus 2016

Awkarin, Remaja yang Dahulu Katanya Berhijab, Sebenarnya...

 Unknown     04.24     2 comments   


Belakangan nama Karin Novilda atau lebih dikenal dengan nama Awkarin ramai diperbincangkan oleh pengguna internet. Awkarin memulai ketenarannya lewat situs ask.fm. Sebuah situs di web yang penggunannya bisa bertanya kepada pengguna lain. Gadis remaja yang pernah mendapat peringkat ketiga nilai tertinggi Ujian Nasional tingkat SMP se-Sumatera ini juga memiliki julukan sebagai 'selebgram'. selain merambah instagram, ia juga memiliki vlog (video blog) di youtube yang pengikutnya sebanyak 164.417 orang (per 5/8/16), dan video terakhirnya ditonton sebanyak 2.508.654 kali (per 5/8/16).
Unggahan videonya yang terakhir ini lah yang menjadi viral.

Awal mulanya saya tidak tertarik dengan pemberitaan tersebut. Saya hanya membaca judul-judul berita yang lalu lalang di beranda facebook ataupun timeline di line tanpa meng'klik'nya. sampai tadi pagi, ketika saya membuka youtube untuk mencari video-video tutorial flanel yang sedang saya geluti, pembahasan tentang Awkarin juga lalu lalang di beranda youtube saya. Sebab penasaran, maka saya klik juga video singkat yang bejudul "Kisah Karin Novilda Juara Matematika,  Dulu Cupu Sekarang Ancur". 

Isi video bermula tentang Awkarin yang mendapat nilai sempurna pada Ujian Nasional tingkat SMP mata pelajaran matematika pada tahun 2013. Video dilanjutkan dengan mengungkapkan bahwa "Gadis berkerudung itu tak mampu menahan air mata saat melihat nilai UN nya". Dalam video tersebut memang terlihat gambar Awkarin mengenakan jilbab putih dengan kacamata hitam bersama ibunya.

pada awalnya saya juga kaget mendapati bahwa remaja yang dahulu mengenakan jilbab, kok sekarang memiliki penampilan yang bisa dikatakan amat seksi, ya? (meskipun terkadang itu bukan urusan saya  sebenarnya). 

Karena kepo, saya pun mencari video-video lain tentang Awkarin. Saya menemukan akun youtube awkarin dengan nama aslinya. saya meng'klik' videonya yang terakhir dengan judul "Gaga's Birthday Surprise and My confessions" (Kejutan Ulang Tahun Gaga dan Pengakuanku).

Dalam Video tersebut terlihat bahwa Awkarin dan sahabat-sahabatnya yang lain menggunakan kata-kata sumpah serapah ataupun carut marut baik itu dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa asing. Beberapa adegan mesra hingga berciuman bersama pacarnya juga diunggah ke akun instagramnya.


Belakangan saya mengetahui ternyata Awkarin bukan seorang remaja berhijab dari dulunya.  (dan seperti biasa yang sudah jadi kebiasaan orang kita, yang tiba-tiba marah-marah, menjudge, ngebully, tanpa tau kejaidan di lapangan.) Hal tersebut saya temukan ketika Awkarin diundang untuk hadir di salah satu stasiun radio di Jakarta yang bernama Zona Pegasus. 

Dalam wawancara tersebut Awkarin ditanya mengenai hijabnya, 

"Tul pa Ga (betul apa nggak) Karin dulu pakai hijab?"
"Tidak. Itu jadi yang di foto itu tu pas yang di fotonya lagi aku lagi hari jumat, memang pakai jilbab. tapi orang-orang menyimpulkan katanya aku pakai jilbab terus aku jadi begini. Nah, itu salah." Ungkap Awkarin

Awkarin gemar mengikuti akun instagram luar negeri. Ia berkiblat pada kemajuan dunia barat. Hal itu ia akui sendiri ketika diwawancarai oleh Zona Pegasus. Hal tersebut dapat dilihat pada akun instagram Awkarin yang memiliki warna senada. Hal ini terkesan bagus, keren, dan indah. ketika ia memosting foto yang berhubungan dengan warna merah, maka delapan fotonya yang lain akan menggunakan unsur warna merah. ketika ia memosting foto yang berhubungan dengan warna kuning, maka delapan foto lainnya akan menggunakan unsur warna kuning pula, begitu seterusnya.

kebiasaan mengikuti akun instagram luar negeri juga  memengaruhi foto-foto yang diunggah oleh Awkarin di akun instagram miliknya, sehingga ketika mengunggah foto mesranya bersama sang pacar, ia merasa itu hal yang wajar-wajar saja. barangkali ia belum sadar bahwa, tanah yang ia pijaki merupakan tanah orang-orang timur. Orang-orang timur yang dikenal dengan sopan-santun dan tata kramanya.



sekian dari saya...


("ketika kau mendapatkan sesuatu, maka kau akan kehilangan sesuatu.")










Pengakuan Awkarin bahwa ia sebenarnya tidak berjilbab




BONUS (nyesel ga nonton)


Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Senin, 04 Januari 2016

Sebenarnya 'Raja' dan 'Kaisar' itu sama atau beda, ya?

 Unknown     09.44     Beda Raja dan Kaisar, Empress Ki, Kaisar, Raja, sastra     4 comments   


Saya tidak sengaja menyukai  ceritanya.  Ini bermula ketika saya menjadi salah satu peserta pelatihan esai tingkat remaja yang diadakan oleh Balai Bahasa Sumatra Barat. Saya lupa tanggal berapa, dan hari apa. Saat itu malam. Beberapa orang berkumpul di ruang tv. Mereka sibuk mengotak-atik laptop. Tv menyala, menayangkan film Empress Gi atau bisa juga Empress Ki. Saya berbaring di sofa sambil memegang buku, menyaksikan ceritanya.

Jalan ceritanya menarik saya untuk menghabiskan tiap iklan yang disuguhkan oleh perusahaan televisi yang mencari uang. Hingga akhirnya episode yang sedang saya tonton pun selesai. Awalnya memang masalah percintaan yang membuat mata saya bertahan. Antara seorang lelaki (yang saat itu saya tidak tahu apa kedudukannya) terhadap seorang wanita yang bekerja sebagai pelayan istana. saya lebih suka menggunakan istilah 'kisah percintaan yang manis'. Mungkin cerita ini sudah beberapa kali ditayangkan di tv. karena film ini juga bisa dikatakan sudah lama ada. 2013. Tapi saya baru pertama kali menontonnya 2015 -itupun dipenghujung tahun, ckckck, sedih

Bisa dikatakan barangkali karena saya tidak terlalu suka menonton film yang berepisode-episode. terlebih ceritavtentang kerajaan. Tetapi cerita yang satu ini sepertinya ada suguhan yang berbeda dibandingkan film-film yang pernah saya tonton. Alur cerita yang menarik membuat saya hanyut dan kemudian mengunduh film tersebut. Ternyata episodenya lumayan banyak -mati! menonton film yang 16 episode saja sudah bosan, apalagi 51 eps.. Terlebih  saya tidak menyukai cerita tentang kerajaan. 

Setelah di Unduh, ternyata saya mulai menikmati jalan cerita di episode pertamanya. Ini adalah hal yang baru bagi saya. ilmu baru, pengerahuan baru, kosa kata baru. Banyak pembendaharaan kata yang saya dapatkan dalam film ini. Musuri, Raja, Kaisar, Ibu Suri, dan masih banyak lagi. 

Dari film Empress Ki ini saya mengetahui tentang seni dalam berperang melawan musuh -barangkali seperti buku 'art of war' yang ingin saya miliki dari dahulu tetapi sampai sekarang belum ketemu. malang! Kemudian, tentang musuh dan orang kepercayaan yang sangat-sangat tidak bisa dibedakan. hampir tidak bisa. Alur cerita serta tokoh yang tidak bisa ditebak, membuat saya ingin terus dan terus menghabisakan episode demi episodenya.

Saya selalu mendengar kata 'kaisar', 'dan 'raja'. Namun, pada saat menonton Empress Ki lah saya baru mencoba mengecek  di dalam kamus. Apa itu 'raja'? Dan apa itu 'kasiar'? Terkadang malu-maluin. udah umur segini ga tau bedanya raja sama kaisar. Mendengar saja yang sering. terkadang, memang, hal yang sederhana selalu saja diabaikan.

Dimulai dari judul.
Empress. Tentu ini bukan bahasa Indonesia. Saya menemukan artinya. Empress: Kaisar Wanita.
'oh, ternyata kaisar ada juga yang perempuan ya. yang saya tahu selama ini, kaisar itu adalah seorang laki-laki. (satu pengetahuan baru)

Lalu saya searching di wikipedia tentang film ini. Di sana disebutkan siapa pemerannya dan siapa pemainnya.

'Empror'. saya menemukan kata 'Empror' di sana. Setelah cek di kamus, Empror berarti 'kaisar'. Di dalamnya tidak tercantum apakah ia seorang pria atau wanita. 

Vocab bahasa Inggris saya memang buruk. Saya tahu akan kelemahan saya. Saya mulai menambah vocab dengan membaca komik/manga berbahasa Inggris secara online. sebelum itu saya juga pernah mencoba membaca cerpen berbahasa inggis untuk menambah pembedaharaan, tapi itu tidak bertahan lama. Saya mencari akal, akhirnya  bertemu cara yang mudah menurut saya. seperti anak kecil yang baru belajar membaca, komik dan buku dongeng adalah hal yang harus saya baca. Itu pun terkadang saya masih sering lupa, padahal baru semenit yang lalu saya mencari artinya di kamus. ppfftt-

Selanjutnya 'Ki'
Saya sudah tahu kalau Ki itu adalah nama marga di korea, seperi Lee, Kim, dan lain sebagainya. bagian ini tidak terlalu rumit.

Memasuki tiap episode, saya menemukan kata 'raja' dan 'kaisar yang selalu dipakai dalam film ini. Kebanyakan orang berpikir bahwa raja dan kaisar itu adalah sama. Termasuk saya.
Saya akan mencoba menjelaskan.
Poin yang pembaca harus ingat ialah 'tidak ada satu kata pun yang memiliki makna yang sama'. Tetapi mendekati atau persis sama, ada. 

saya merasa harus melihat kamus. Mencari makna kata Kaisar dan Raja. 
Saya menemukan titik terang disini.

Raja merupakan penguasa tertinggi pada suatu kerajaan yang biasanya diperoleh sebagai warisan. Tugasnya adalah mengepalai dan memerintah suatu kerajaan. 

Kemudian saya mencari arti 'kaisar' dalam kamus.

kaisar merupakan Maharaja, atau Raja diraja. 'Maha' raja, berarti orang yang berada di atas raja. ternyata kaisar adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam sebuah pemerintahan. yang mana seluruh perkataannya adalah titah. Oh, ternyata seperti itu, ya. Jadi tahu istilah-istilah dalam kerajaan. 
Raja hanya memerintah satu wilayah kerajaan sedangkan Kaisar memiliki kekuasaan atas beberapa kerajaan.

Jadi, udah tahu kan sekarang apa bedanya antara 'raja' dan 'kaisar'

Selanjutnya Ibu suri.

Yang kebanyakan orang tahu ialah mati suri. hihi..
Dalam KBBI, 'Suri' memiliki tujuh makna. Salah satunya ialah raja perempuan, sedangkan 'ibu suri' ialah  ibunda raja.

kalau 'suri' artinya 'raja perempuan' berarti sama dong dengan ratu?

kemudian saya mencoba mencari makna kata 'ratu' di dalam kamus.
Ratu dalam KBBI berarti raja wanita.
terlihat perbedaan penggunaan 'wanita' dan 'perempuan' dalam hal ini. Wanita ialah perempuan yang sudah dewasa. 

Yang saya sebutkan di atas adalah ilmu yang baru saya dapatkan hari ini. 

Mengenai akhir cerita Empress Ki, saya ingin berbagi. Dari awal hingga akhir, jalan cerita tidak pernah bisa ditebak. Menonton kisahnya, saya menjadi lebih tertarik lagi ingin membaca sejarah sebenarnya.
Say merekomendasikan film ini untuk ditonton. 

Tunggang, 04.11/ 16.01



Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Sabtu, 26 Desember 2015

GULI

 Unknown     21.33     cerpen, guli, melayu, sastra     No comments   


Cerpen Susanti Rahim

Seperti pagi yang pertama kali hadir di jagat bumi. Ulah ledakan yang menciptakan matahari. Sejak air pertama menjatuhi bumi. Sejak hitam pertama kali diucap hitam. Sejak sajak menjelma jejak. Sejak itu pula tiap hal menarik untuk dilirik, ditatap, ditegur, apalagi dicatat.
Saat sebuah akhir mampu diubah, nak ke mana sesal kan berpulang.
Bak hari kebanyakan, saat orang tua keluar mencari makan ke tempat peraduan, budak-budak tak bersekolah bermain berkeliaran. Anak jantan mainnya jauh-jauh dari rumah. Mendapat teman di tempat lain. Bermain layang-layang, suruk-benteng1, kejar-lenget2, juga guli dengan berbagai cara permainan. Main tikam, china buta, lubang babi, lubang tiga, lubang enam, dan lubang-lubang lainnya. Sang perempuan calon ibu bermain pondok-pondokan. Meski tak jarang juga calon ibu-ibu itu ikut bermain layang, guli, atau apa pun yang menjadi permainan budak laki-laki. Anak-anak perempuan merasa diri mereka hebat saat mereka memainkan apa yang dimainkan oleh anak laki-laki, tetapi dianggap wadam jika lelaki memainkan permainan perempuan. Entah bermula dari kapan, barangkali kala Kartini, oh bukan, maaf, Cut Nyak Dien. Barangkali Cut Nyak Dien, oh maaf lagi, bukan, bukan Cut Nyak Dien, entahlah, entah perempuan yang mana.
            Di atas rumput sebuah tanah luas terenyak tiga pantat anak-anak gadis kecil yang sedang bermain pondok-pondokan. Menimang-nimang, memasak-masak, berjual-jualan kemudian membeli dengan uang dari daunan. Tak jauh dari sana, empat pasang kaki berpijak pada rumput-rumput pendek yang masih menyimpan embun malam tadi. Kaki tanpa alas kaki. Kuku hitam banyak tahi.
            “Berapa banyak guli yang kaubawa?”
            “Aku segini.”
            “Aku satu kaleng.”
            “Aku tak punya.”
“Hah? Ke mana semua guli yang kemarin kaumenangkan?” Arip terheran.
“Aku jual biar dapat uang.”
“Kaujual?! Dapat uang?!” ternganga Eman dibuatnya. “Bisa dapat uang dari guli?”
“Iya. Beri aku modal. Saat menang nanti, kita kongsi, kita jual dan uangnya bisa kita bagi dua.” Dengan nada bangga Iday melontarkan kata-katanya. Ipad tertarik, geraknya terbaca oleh Arip.
“Tidak mau. Kalau Ipad dan Iday berkongsi, aku tidak ikut main.” Arip mengelak.
“Eh, tak apa. Aku kongsi dengan dia, kaukongsi dengan Eman. ”
“Tidak. Tetap aku tak hendak. Enak saja kausandingkan aku dengan dia. Tak sudi.” Ipad memberang. Tapi sebenarnya ia takut kalah. Eman tak terlalu mahir bermain. Tidak ada orang yang ingin kalah. “Kau saja dengan Eman. Aku dengan Iday,” Ipad membalikkan pernyataan.
Arip kuncun3. Jelas Arip juga tak ingin menyandang selempang kekalahan.
Permainan guli dimulai tanpa keturutsertaan Iday. Arip, Eman, dan Ipad mulai memainkan semua permainan guli yang mereka ketahui. Silih berganti. Menang, kalah, menang, kalah, menang, kalah, kalah. Eman kalah telak. Guli yang tadinya satu kaleng, kini tinggal tak beberapa butir di tangan. Eman kesal. Ia merasa diperolok. Tapi tak menyerah. Mencari akal supaya menang. Ingin bermain curang, tapi bagaimana mungkin. Kecurangan tak bisa dibuat dalam permainan ini. Ingin mengajak Iday yang sedari tadi hanya menyaksikan permainan dengan berubah-ubah posisi—dari jongkok, berdiri, menungging seperti orang rukuk, kemudian berdiri lagi—tapi diurungkan. Namun ketika melihat guli yang hanya tinggal beberapa butir di tangan, hasrat Eman mengajak Iday kembali  membuncah. Eman mencari-cari akal.
“Iday. Kau gantikan aku bermain sebentar. Aku sesak berak4.” Eman bersorak, dan tanpa ba bi bu meninggalkan guli di tanah, langsung berhambur pergi. Eman berharap besar Iday menang, dan hasil dari uang penjualan guli bisa dibagi dua.
Arip dan Ipad tak mampu menyanggah lagi. Awalnya takut kalah, tapi mengingat guli yang hanya tinggal sedikit, padamlah ketakutan mereka. Kecil kemungkinan Iday akan menang dengan guli yang hanya tinggal beberapa butir.
Pertarungan berlanjut tanpa Eman. Permainan guli pertama, Iday kalah. Permainan kedua menang. Permainan ketiga menang lagi. Permainan selanjutnya bertubi-tubi ia menang. Kini guli yang hanya beberapa butir sudah memenuhi setengah kaleng. Iday makin yakin dengan kemahirannya dan ingin mempercepat usainya permainan itu. Iday bertaruh dengan seluruh guli yang dimenangkan tadi, membuat Arip dan Ipad awalnya menjadi takut, tetapi mereka juga panas dan tak mau dianggap penakut. Tantangan Iday diterima. Malang tak mampu dielak, Iday kalah, tak sebutir guli pun kini di tangan. Nyawa Arip dan Ipad yang tadi sudah setengah hilang, kini terkumpul kembali.
 Eman kembali, arkian mendapati tak ada guli di kalengnya ataupun di tangan Iday. Pupus harapan Eman tentang kemenangan, tentang uang. Eman merogoh kocek, mengeluarkan uang seribu untuk membeli guli. Kini Eman bermain hati-hati. Sedikit kegegabahan ia tak bermodal lagi. Di kepalanya hanya ada keinginan untuk memenangkan permainan, agar mendapatkan uang. Eman mulai tagan sedikit-sedikit.
Semua telah usai. Tuhan memberkati keinginan budak jantan itu. Eman menang. Guli hasil kemenangan itu ia tampungkan ke dalam bagian bawah baju yang ia lipatkan ke atas. Sorak raya kemenangan.
            “Mau kau apakan guli itu, Man?”
            “Kujual biar dapat uang.”
            “Lalu?”
“Aku mau beli sesuatu untuk bapakku.”
            “Kau mau belikan apa? Rumah?! Ha ha ha.”  Arip, Ipad, dan Iday tertawa.
“Bukan!”
“Lantas?”
“Bunga.”
Tetiba semua bungkam. Saling pandang, dan tertawa terpingkal-tingkal. Lama.
“Banci Bapak kau, Man? Ha ha ha.” Semakin menjadi-jadi mereka tertawa. Eman tak memedulikan. Dalam benaknya kini uang, uang, uang, uang, uang. Ia buru-buru lari, bukan disebabkan oleh cemeeh yang mengatakan bapaknya banci.
Uang uang uang uang uang. Komat-kamit dalam kepala Eman hingga sampai ia di sumur rumah. Semua guli itu ia masukkan ke dalam sebuah ember. Sampai usai menimba air pun, yang ada di kepalanya adalah uang uang uang uang uang.
Baju Eman sedikit basah. Diambilnya kain lap lantai. Dikirap, arkian dikembangkan di lantai. Guli dalam ember dikeluarkan. Diletakkan di atas kain. Dilapnya, kering-kering angin. Dibungkusnya lagi dengan baju miliknya. Tak lupa  ditinggalkannya sedikit untuk modal bermain nanti.
Uang uang uang uang uang. Sampailah ia ke tempat kedai yang menjual guli. Dari guli ukuran sekecil telur cicak hingga sebesar bola pimpong.
Kini di tangan Eman sudah ada bunga. Dipercepatnya langkah kaki menuju sebuah kompleks. Ia sudah hapal sekali letak tempat yang sedang ia kunjungi itu.  Kemudian ia berhenti dengan langkah pasti. Hampir tak pernah ia membawa rangkaian bunga besar sebesar itu–hingga menutupi seluruh muka dan dadanya—bunga warna-warni. Eman berdecak bangga. Dalam kebanggaan dan kebahagiaan Eman duduk mencangkung. Dicabutinya beberapa rumput liar yang mengitari gundukan tanah itu, sembari meletakkan bunga dekat papan yang terpancang di salah satu ujung gundukan. Eman bangga. Memberi bunga pada bapak!
                                                               
1Petak Umpet
2permainan kejar-kejaran.
3merasa bersalah atau kalah seperti bunga yang kuncup
4Buang air besar



Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Kamis, 24 Desember 2015

Ustaz: Dahulu dan Kini

 Unknown     01.48     Esai, sastra     No comments   

Ustaz: Dahulu dan kini
Esai Susanti Rahim

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), uztaz berarti guru agama atau guru besar (laki-laki); juga digunakan sebagai kata sebutan atau sapaan Tuan. Namun secara harfiah, yang dikatakan ustaz sebenarnya yaitu seorang profesor. Seorang profesor yang dimaksud dalam hal ini merupakan seseorang yang mendidik, mengajarkan, berkahlak, alim ulama, memimpin, serta bijak. Dewasa ini, makna ustaz berbeda dari arti harfiahnya. Bisa dikatakan telah terjadi pergeseran makna. Di Indonesia, gelar ustaz yang diberikan terkesan asal comot. Padahal di Negeri Arab, apabila seseorang dipanggil ustaz maka ia akan merasa tersinggung karena tidak sembarangan orang bisa dipanggil dengan sebutan ustaz.
Salah satu faktor terjadinya pergeseran makna tersebut ialah kesenjangan ansumsi mengenai “ustaz” yang diterima oleh masyarakat Indonesia belakangan ini. ustaz kini bukan menjadi sesuatu yang sakral lagi. Tidak perlu pandai berbahasa Arab, dengan syarat bisa berbicara sedikit tentang agama dan juga bisa menyampaikannya dengan cara menghibur sudah bisa mendapat gelar seorang “ustaz”. 
Jika ditinjau balik ke belakang, dahulu, untuk mendapatkan gelar seorang ustaz itu cukup sulit. Seseorang harus terlebih dahulu bersekolah dan berguru dengan seorang kiai. Hal tersebut membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Pada masa sekarang, Sekolah agama seolah-olah menjadi sebuah tempat “bengkel akhlak”. Orang tua memasukkan anak-anak mereka yang dianggap nakal ke sekolah-sekolah agama. Alih-alih pulang dari sekolah agama, bukan menjadi orang yang diinginkan oleh orang tua, tetapi malah seperti dalam istilah “tabaliak kaji”. Sejatinya, dahulu, adalah sebuah keinginan dalam diri sendiri seorang anak jika ingin masuk ke sebuah sekolah agama dan mempelajarinya tanpa paksaan dari siapapun.
Saat sekarang ini, stasiun televisi tak ubahnya seperti sebuah persaingan. Mereka berlomba-lomba untuk membuat acara dengan rating tertinggi. Para pengelola lebih memilih menjadi followers untuk mendapatkan rating tertinggi ketimbang mencoba membuat program yang berkualitas tinggi. Mekanisme pasar serta selera pasar membuat stasiun televisi berbondong-bondong membuat acara yang diisi oleh sosok-sosok yang bergelar ustaz. Kemudian ustaz pun menjadi sebuah produk komersial. Terlebih ketika tiba Bulan Ramadhan. Supply ustaz yang kurang serta demand yang banyak mengakibatkan “produksi” ustaz akan menjadi melimpah ruah. Bak jamur di musim penghujan, tiba-tiba hadir ustaz-ustaz baru yang gagah-gagah. yang penting asal cuap-cuap soal agama dan bisa menghibur hati masyarakat maka jadilah ia seorang ustaz.
Rata-rata pada zaman sekarang jadilah mereka ustaz-ustaz komersil mereka menjual tampang dan kehidupan demi uang. Sedangkan dahulu, ustaz tidak memungut biaya jika berdakwah. Beliau menjalankan profesinya sebagai seorang ustaz bukan untuk mencari makan, tetapi benar-benar untuk sebuah pengabdian.
Dunia keartisan yang gelap membuat setiap artis harus memiliki seorang dokter penesehat spiritual. Dokter penasehat spiritual ini rata-rata merupakan seorang ustaz. Jadilah kehidupan artis mirip seperti seorang ustaz. ustaz dengan gaya artis, dan Artis dengan gaya ustaz. Sudah bukan menjadi hal yang tabu lagi jika ada seorang ustaz yang hidupnya glamor. Memiliki barang-barang mewah, mobil-mobil mewah motor gede menghiasi rumah para-para Ustaz. Rumah mereka lebih mirip singgahsana raja dibandingkan rumah seorang ulama.
Mari kita tinjau kehidupan ustaz pada zaman dahulu. Kehigupan ustaz amatlah sederhana. Tercermin kesederhanaan mereka dari pakaian yang dikenakan serta rumah yang mereka tempati. Tidak ada barang-barang mewah, yang ada hanya kitab-kitab kuning berjajar rapi menghiasi rak-rak buku di dalam rumahnya. Beliau berbaur bersama masyarakat. Ustaz menjadi tempat berkeluh kesah bagi jamaah. Pikiran-pikirannya diminta untuk mengambil kata sepakat. Aura ilmuan dan wibawanya terpancar dari caranya bertutur kata dan berprilaku. Jika beliau memiliki uang, beliau mensyukurinya dengan mendirikan sekolah-sekolah agama dan masjid-masjid.
Hal ini merupakan sebuah karya dari budaya pop yang menyulap seseorang untuk menjadi sebuah karakter yang dibutuhkan oleh penikmat budaya pop. Hanya pada era pop lah kita bertemu dengan seorang ustaz yang menikah menggunakan mas kawin dengan hitungan tanggal-bulan-tahun sama dengan sejumlah uang. mereka bukanlah artis yang sedang membitangi sebuah drama. Ustaz adalah orang yang dibekali dengan ilmu agama. Namun memandang gaya hidup mereka, kita semua pasti bingung akan memasukkan mereka kedalam kategori ustaz ataukah seorang artis!(*)

Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Kamis, 18 Juni 2015

Resensi Labirin Sang Penyihir

 Unknown     11.52     resensi     No comments   



Judul: Labirin Sang Penyihir
Pengarang: Maya Lestari Gf
Penerbit: Kakilangit Kencana
Sampul: Doff Cover (Soft Cover yang diberi Laminating)
Cetakan ke-1, April 2015
ISBN 978.602.8556.54.5 899.221.3
Ukuran 13x19; tebal vi, 242 hlm.
Harga: IDR 55,000,00

            Rasa penasaran adalah sifat manusia, namun anak-anak memiliki rasa penasaran yang lebih dibandingkan orang dewasa. Rasa penasaran juga yang membawa anak-anak itu terjebak dalam labirin sang penyihir.

            Awal dari cerita ini mengisahkan tentang seorang anak lelaki berumur 11 tahun bernama Attar. Ia ingin masuk ke dalam labirin setelah melihat teman-temannya mendapatkan hadiah usai keluar dari labirin. Ada yang mendapatkan game watch, jam tngan ben10, dan sekantong permen. Seorang perempuan membagi-bagikan brosur pada setiap anak untuk memasuki labirin.Anak-anak diembel-embeli akan mendapatkan banyak hadiah di tiap simpang labirin. Attar tergiur, kemudian diam-diam masuk ke dalam Labirin. Attar tidak mengikuti nasehat mamanya. Attar memberikan uang dua puluh ribu kepada penjaga. Ia mendapatkan dua buah benda; tiket masuk dan pistol cahaya.

            Attar memasuki gerbang labirin yang dihiasi sulur-sulur. Matanya awas mencari hadiah yang disembunyikan. Ia berbelok ke kiri, kemudian ke kanan, bebelok terus hingga akhirnya Attar tersesat. Ia berusaha berbalik dan mencari jalan keluar. Tetapi jalan masuk yang telah ia lewati tadi seperti menghilang. Kabut turun, Attar berlari menjauhi kabut yang seolah-olah terus mengejarnya.  Tiba-tiba ada yang melempar buntalan ke dadanya. Buntalan itu berisi buku teka-teki, pena dan kamus gema. Tiap anak hanya bisa mengerjakan teka-teki itu satu kali, dan Attar hanya boleh salah menjawab pertanyaan sebanyak dua kali. Jika lebih dari itu, ia akan terkurung dalam labirin yang siap memenjarakannya selamanya.

Dari sinilah awal pertualangan itu dimulai.

            Penulis mampu menggiring pembaca untuk ikut turut menyelesaikan tiap teka-teki yang tersaji dalam novel Labirin Sang Penyihir. Pembaca menjadi menerka-nerka jawaban yang tengah dipecahkan oleh Attar dan kawan-kawan. Tiap jawaban yang benar, maka benda tersebut akan Muncul dalam Labirin. Awalnya bulan, kemudian secercah cahaya di langit, matahari, hujan, dsb.. Tiap-tiap Kehadiran hal tersebut dibarengi dengan munculnya bencana. Ini adalah cara penyihir menghalangi mereka untuk menemukan jalan keluar dari labirin.

            Attar tidak sendirian di dalam Labirin. Ada anak-anak lain yang telah bertahun-tahun terkurung. Attar bertemu dengan mereka satu persatu dengan cara yang tak di duga. Mandira si ahli pramuka, Philip si gembul yang pemberani, Leo yang dewasa, Geo yang bertanggung jawab dan tokoh-tokoh lainnya. Terpecahkannya teka-teki itu adalah berkat semua anak yang ada di labirin. Novel ini mengajarkan pentingnya kerja sama, saling tolong menolong, juga saling percaya. 
     
Penulis membuat pembaca jadi  penasaran bagaimana akhir dari cerita ini. ketika teka-teki pertama muncul, pembaca langsung dibawa hanyut dalam dunia fantasi yang misteri. Pembaca akan membaca terus-menerus karena penasaran, menanti teka-teki model apa lagi yang akan muncul. Bukan sembarang teka-teki. Teka-teki dalam Labirin Sang Penyihir mampu menambah kosakata pembacanya.
Cerita ini memiliki alur maju-mundur—cantik—(eh). Alur mundur pertama   ketika Attar masuk ke dalam lorong buntu yang diciptakan oleh penyihir untuk memenjarakan anak-anak yang mampu banyak menjawab teka-teki. Dengan kata lain anak-anak yang hampir mampu memecahkan labirin. Alur mundur kembali diciptakan oleh penulis untuk mengetahui bagaimana labirin ini bisa ada. Kenapa labirin mengurung anak-anak. Saya tidak menyangka  penulis akan memaparkan kejadian itu kepada pembaca.
Di dalam labirin, anak-anak tidak mengetahui tentang waktu. Bagaimana perbedaan antara waktu di luar dan di dalam labirin. Di dalam labirin, anak-anak tetap tumbuh sebagaimana biasa. Namun di akhir cerita, penulis memaparkan sepertinya –selama anak-anak masuk ke dalam labirin- waktu tidak berjalan di luar labirin. Ketika anak-anak berhasil memecahkan labirin ternyata yang terjadi di dunia nyata adalah runtuhnya tenda labirin tempat anak-anak masuk tadi. Attar dibawa ke rumah sakit. Disini logika saya agak kurang berterima. Ada baiknya cerita dihabiskan ketika labirin runtuh. Kurang perlu rasanya  diceritakan kejadian Attar bertemu dengan Mandira di bogor sebab tak ada kaitan dengan cerita. karena jika hal tersebut dihilangkan, tidak akan merusak alur cerita –menurut saya-. 

nah.. sekian resensi dari saya. jangan coba-coba baca halaman pertamanya... sebab anda akan terperangkap pada halaman selanjutnya, selanjutnya, selanjutnya dan selanjutnya,... hingga anda telah tidak sadar menyelesaikan semua isinya.

Susanti Rahim


Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg

Rabu, 17 Juni 2015

INAI DI JARI IBU

 Unknown     21.18     sastra     No comments   




Oleh: Susanti Rahim

Esok adalah helat pernikahan yang akan aku jalani. Pelaminan merah telah terpajang anggun, di sana aku akan duduk  bersama calon suamiku setelah akad nikah esok pagi. Kami akan mengikat janji sehidup semati. Tinggal inaiku saja yang belum terpasang di kuku. Sudah menjadi tradisi di kampung ini akan malam bainai. Pengantin wanita atau yang disebut anak daro dilekatkan inai pada tiap ujung jari, begitu pula dengan marapulai atau pengantin laki-laki.
            Ibu menatapku lekat. Ada haru, cemas, dan juga bahagia serta semeraut rasa yang entah apa pada tatapan itu. Barangkali ibu khawatir, atau barangkali ibu malah takut. Tentang pernikahan, bukan hal main-main meski di dalamnya terkadang ada permainan.
Pengalaman Ibu yang gagal, sebab suaminya menikah lagi menjadikan Ibu ikut andil dalam pemilihan bakal calon suamiku. Sejak mulai SMA, Ibu mewanti-wanti tiap  laki-laki yang bertamu ke rumah. Pernah sekali, Aku ketahuan menjalin kedekatan dengan kakak kelas dan itu menyebabkan Ibu marah besar.
‘Tidak ada gunanya berpacaran dengan anak SMA yang masih ingusan. Tak ada guna. Perbedaan umur yang hanya satu tahun menyebabkan ego kalian masih tinggi satu sama lain. tak ada yang mau mengalah jika suatu saat terjadi pertengkaran. Aku bukan melarang kau berhubungan, tapi harus dengan orang yang jauh lebih tua denganmu dan sudah memiliki kedudukan tetap, yang bisa menjamin masa depanmu. Aku tak akan melarang. Jangan jadi seperti aku. Dulu karena cintaku pada ayahmu, bahkan aku rela menolak lamaran pekerjaan sebagai pegawai bank di Jakarta kemudian menikah dengan ayahmu. Rayuan busuknya menghanyutkanku. Aku tak mau jika hal itu terjadi juga padamu. Hanya itu.”
Ibu menggeturu berjam-jam. Kemudian dilain hari saat aku melakukan kesalahan seperti memecahkan gelas, atau terlambat mengerjakan pekerjaan rumah, ibu kembali mengomeliku dan menyisipi omelan yang sama dengan kemarin. Tak pernah berkesudahan. Sampai bosanku terbit akibat mendengar celoteh ibu yang tiap hari itu ke itu saja.
 “Kau memang tak pernah mendengar. Kau harus menikah dengan seorang pegawai.” ibu selalu menekankan suamiku harus seorang pegawai. Kelak akhirnya aku mengerti semua maksud ketakutan Ibu. Yang ia lakukan semata karena ia sayang. Ia tak ingin aku menanggung rasa sakit yang pernah dirasakannya. Aku ingat, setelah bepisah dengan ayah, tiap pagi mata ibu sembab, bengkak, hingga biji matanya hampir tak terlihat. Entah beban mental seperti apa yang dialaminya dulu. Tak mau ia bercerita dengan kami.
Ayah dinikahkan lagi oleh ibunya. Pulang ke bako. Istilah yang tak pernah aku mengerti sebelumnya. Tanpa sepengetahuan ibu, pernikahan siri itu dilangsungkan. Wanita itu membayar lima juta untuk uang  jemputan kepada andung sebagai tanda bahwa pria telah dibeli oleh wanita, dan pihak keluarga pria tidak bisa lagi mengganggu gugat karena si pria sudah hak penuh milik si wanita. Begitulah cara kerja adatnya. Seperti hak kepemilikan barang. Jika kau sudah membeli sesuatu, barang itu milikmu sepenuhnya, dan terserah mau diapakan. Apabila memang dianggap itu barang, tentu jika barang itu baru, maka akan kau asuh. Namun lama kesudahan, jika sudah mulai bosan, tak mengurus yang melekat di badan.
Sebagai orang yang berbeda adat dan budaya dengan Ayah, ibu tidak pernah mengetahui peraturan-peraturan semacam itu. Ayah harus dibeli dengan uang. Ayah sebagai seorang mamak, harus mengemasi dan bertanggung jawab tak hanya pada anak kandungnya, tapi juga bertanggung jawab atas anak-anak yang lahir dari saudara perempuannya. Dulu ketika kami pulang ke kampung ayah, pakaian yang sedang dikenakan oleh ibu atau ayah, bisa diminta oleh saudara-saudara ayah.
“Tinggalkan saja baju ini disini.”
Tinggalkan ini, tinggalkan itu. minta dibelikan ini, minta dibelikan itu. Tak boleh kalah dengan ibu. Emas yang dikenakan ibu, mereka harus punya pula, tanpa tahu bahwa emas yang dikenakan itu berasal dari jerih payah ibu. Pokoknya apa yang ibu miliki, mereka ingin pula. Anak dipangku kemenakan dibimbing. Kata mereka seperti itu. Mana mengerti ibu.
Saat menikah dengan ayah, ibu tak pernah membeli ayah, tidak pernah memberikan uang pada andung sebagai tanda kepemilikan ayah. Ayah juga tidak mempermasalahkan akan hal beli-membeli itu. Ayah begitu mencintai ibu. Dulu.
Setelah bercerai, menjadi seorang janda, ibu selalu diolok-olok para tetangga.
 “Kau tak pernah membeli suamimu, tentu saja mertuamu menjualnya keperempuan lain.”
 “Kau saja yang tak pernah tahu. Dalam adat mereka, laki-laki barulah dikatakan laki-laki jantan jika menikah lebih dari sekali.”
“Jika kau mampu menikah lagi dengan lelaki yang lebih dari suamimu dulu, kau baru bisa dikatakan laku. Itu martabatmu sebagai janda saat ini.”
Memang dari awal, pernikahan  mereka tak pernah direstui oleh andung. Konon saat pernikahan itu berlangsung, andung telah berjanji, jika memang ia tak bisa memisahkan mereka sekarang, ia akan memisahkan mereka nanti.
Malam ini, begitu manis nasehat ibu yang sampai ke telingaku.
“Nak, jika kelak kau bertengkar dengan suamimu, jangan pernah membuang pakaiannya keluar rumah. Itu sama saja dengan mengusir suamimu. Jika itu terjadi kau harus menjemputnya kembali dari rumah orang tua. Dulu ibu tak mengetahui apa-apa tentang hal itu. Yang namanya rumah tangga, pasti ada pasan surut. Dulu Salah seorang teman ibu menyarankan untuk membuang pakaiaan ayahmu jika suatu  saat kami bertengkar lagi. Dan ibu melakukannya.” Ibu mengenang disela merekatkan inai di ujung jariku. “Mungkin kau juga belum mengerti, tapi ibu yakin kau akan tau sendiri saat aku telah berteman dengan budaya mereka. Budaya mereka rumit. Tapi ibu juga percaya padamu.”
Ibu menghela nafas. Cerita ini masih berlanjut. “kau tau, kemenakan ayahmu sampai sekarang belum beristri. Padahal ia seorang lelaki terdidik, sudah memiliki semua hal yang dibutuhkan untuk berumah tangga. Tapi, ibunya mematok harga yang tinggi bagi  wanita yang ingin meminang anaknya.”
Jam menuju pernikahanku kian dekat. Kebahagiaankah yang aku dapatkan hingga kematian, atau malah perceraian. Kepastianku yang selama ini menjadi keragu-raguan ketika mendengar tiap kata demi kata yang terlontar dari mulut rewel ibu. Ada perih yang tergambar pada tiap cerita yang disampaikannya, seolah ia kembali lagi pada masa menggetirkan itu. Meski Ibu sudah  bersuami lagi, namun kegetiran ketika mengingat masa lalu masih tertera.
“Nak, mungkin ini juga tak sepenuhnya salah ayahmu. Dulu, ketika ayahmu mengajak pindah ke tempatnya bekerja, ibu menggelengkannya. Sebab Banyak yang ibu fikirkan. Kamu dan kakakmu sekolah, ibu harus mengurus surat pindah. Jujur ibu takut berhadapan dengan guru apalagi kepala sekolah kalian. Ibu merasa rendah diri. Belum lagi harus mengangkat barang-barang, menyewa kedai untuk tempat ibu berjualan. Sungguh merepotkan dalam otakku.”
Ibu membawa ingatanku dimasa sekolah. Memang tak pernah sekalipun raporku diambilkan oleh ibu. Disaat orang tua teman sekelas berkumpul di ruang kelas, aku menunggu di samping jendela. Mengintip yang terjadi di dalam. Kemudian, setelah semua orang tua murid pulang, baru aku di perbolehkan mengambil bagianku. Guru-guru sudah tau akan hal ini, sebab tak sekali, dua, kejadian yang sama terjadi. Saat aku bertanya pada ibu, Ia memberi berbagai macam alasan untuk menjawab, kedainya tidak bisa ditinggalkan, tak ada yang bisa menjaga, nanti barangnya di curi orang,  dan lainnya.
“Sudah selesai.” Sungging tersimpul indah pada wajah ibu sembari mengeratkan ikatan plastik terakhir membungkus inai agar tak cemot jika aku tidur nanti. ibu telah tuntas melekatkan seluruh inai dijari tanganku. Aku melihat semua jari-jariku. Rapi, meski agak terasa sedikit panas.
Hidungku terasa gatal, aku mencoba menggaruknya dengan punggung tangan, namun agak susah. Tiba saja jari ibu mendarat di hidungku. Ia mengantikan aku menggaruk-garukkan di tempat hidung yang terasa gatal. Terharu, sedih, ingin menangis. Aku melulur air mata. Mungkin aku sedang terbawa suasana.
“esok, saat kau telah menjadi istri orang, jangan pernah kau biarkan suamimu tidak bermalam denganmu. Wanita itu memang sifatnya seorang perayu, jadi kau harus menjadi orang terpintar dalam merayu priamu. Kau harus menjinakkannya dengan kelembutanmu. Manjakan lidahnya dengan masakanmu, rawat dia, perhatikan kebutuhannya. ingat, kebahagiaan rumah tangga itu berawal dari dapur, kemudian baru kasur.” kami berpindah ke kamar.
Makin dekat saja hari menjelang esok. Inaiku sudah terpasang semua, dibiarkan satu malam melekat pada jari. Ibu mengemasi tempat tidur yang berserakan parsel-parsel di atasnya. Malam ini kami tidur berdua.
* 

Read More
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg
Postingan Lama Beranda

Popular Posts

  • Awkarin, Remaja yang Dahulu Katanya Berhijab, Sebenarnya...
    Belakangan nama Karin Novilda atau lebih dikenal dengan nama Awkarin ramai diperbincangkan oleh pengguna internet. Awkarin memulai keten...
  • Resensi Labirin Sang Penyihir
    Judul: Labirin Sang Penyihir Pengarang: Maya Lestari Gf Penerbit: Kakilangit Kencana Sampul: Doff Cover (Soft Cover yang di...
  • Sebenarnya 'Raja' dan 'Kaisar' itu sama atau beda, ya?
    Saya tidak sengaja menyukai  ceritanya.  Ini bermula ketika saya menjadi salah satu peserta pelatihan esai tingkat remaja yang diadakan ...
  • Ustaz: Dahulu dan Kini
    Ustaz: Dahulu dan kini Esai Susanti Rahim Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), uztaz berarti guru agama atau guru besar (laki-l...
  • Perkenalan
    PERKENALAN -“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah”- P...
  • ANGKOT
    Oleh Susanti Rahim Masih jelas saat Buk Pau – guru sekolah dasar — mengatakan jika akhiran ‘ber’ itu menyatakan musim hujan, “ Jadi kali...
  • sekerat malam
    SEKERAT MALAM Oleh Susanti Rahim Malam. Mobil melaju dengan kecepatan sedang bersama puluhan pasang sorot lampu yang sejalan...
  • Lorong
    lorong kemanusiaan kian membeku. joget manusia semakin memburu. lagu-lagu makin memburu nafsu. biaya ilmu kian tinggi. yang kaya makin ka...
  • INAI DI JARI IBU
    Oleh: Susanti Rahim Esok adalah helat pernikahan yang akan aku jalani. Pelaminan merah telah terpajang anggun, di sana aku akan ...
  • GULI
    Cerpen Susanti Rahim Seperti pagi yang pertama kali hadir di jagat bumi. Ulah ledakan yang menciptakan matahari. Sejak air pertama me...

Coba Klik Gambar dibawah ini!

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Unknown
Lihat profil lengkapku

Copyright © Kisah yang tak Kesah | Powered by Blogger
Design by Hardeep Asrani | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Distributed By Gooyaabi Templates